MANUSIA DAN KEBUDAYAAN SUKU AMBON
(MALUKU)
Pulau Ambon terletah di
kepulauan Maluku, di selatan Pulau Seram. Kota Ambon merupakan ibukota dari
provinsi Maluku.
Ambon juga dikenal dengan nama Ambon
Manise, yang berari kota yang indah atau cantik. Ambon merupakan kota terbesar
dan menjadi sentral bagi wilayah kepulauan Maluku.
A. MANUSIA SUKU AMBON
Suku Ambon adalah sebuah suku yang mendiami daerah kepulauan
yang sekarang terletak di kepulauan di Provinsi Maluku.
Pada umumnya Maluku didominasi oleh ras suku bangsa Melania
Pasifik, yang masih berkerabat dengan suku Fiji, Tonga dan beberapa bangsa
kepulauan yang tersebar di kepulauan Samudera Pasifik. Dan sementara itu banyak
suku pendatang yang kebanyakan berasal dari daerah Buton, Bugis, Makassar, Cina
dan Arab.
Orang-orang suku Ambon umumnya memiliki ciri fisik kulit gelap, rambut ikal, kerangka tulang besar dan kuat. Mereka memiliki tubuh yang lebih atletis dibandingkan dengan suku lain yang berada di Indonesi dikarenakan aktifitas utama mereka seperti melaut, berenang, dan berburu.
Orang-orang suku Ambon umumnya memiliki ciri fisik kulit gelap, rambut ikal, kerangka tulang besar dan kuat. Mereka memiliki tubuh yang lebih atletis dibandingkan dengan suku lain yang berada di Indonesi dikarenakan aktifitas utama mereka seperti melaut, berenang, dan berburu.
B. KEPRIBADIAN SUKU AMBON
Kepribadian orang suku Ambon memiliki
kebiasan berbicara secara blak-blakan. Berbicara dengan menggunakan nada dan
intonasi yang tinggi, sehingga biasanya terdengar seperti sebuah perkelahian
atau adu mulut yang hebat. Memang ada yang demikian, namun ini bukan fitrahnya
orang Ambon. Akan lebih tepat kalau dikatakan kebiasaan yang demikian merupakan
hasil bentukkan sistim sosial kita.
C. UNSUR-UNSUR KEBUDAYAAN SUKU AMBON
Setiap suku pastilah memiliki kebudayaan yang berbeda dengan suku lainnya
yang menjadi penanda keberadaan suatu suku.
Begitu juga dengan masyarakat suku Ambon
yang memiliki karaktristik kebudayaan yang berbeda. Keunikan karaktristik suku Ambon ini
tercermin dari kebudayaan yg mereka miliki baik dari segi agama, mata
pencaharian, kesenian dan lain sebagainya.
1. SISTEM RELIGI
(Sistem Kepercayaan)
Mayoritas
penduduk di Maluku memeluk agama Kristen dan Islam. Hal ini dikarenakan
pengaruh penjajahan Portugis dan Spanyol sebelum Belanda yang telah meyebarkan
kekristenan dan pengaruh kesultanan Ternate dan Tidure yang menyebar Islam di
wilayah Maluku.
Meski begitu,
mereka masih percaya akan roh-roh yang harus dihornati dan diberi makan, minum,
dan tempat tinggal yang disebut dengan Baileu, agar tidak menjadi gangguan bagi
mereka yang hidup di dunia ini. Orang-orang pun diwajibkan melakukan upacara
terlebih dahulu sebelum memasuki baileu dengan melalui perantara antara manusia
dengan roh-roh nenek moyang. Selain itu juga harus berpakaian adat berwarna
hitam dengan saputangan merah yang dikalungkan pada bahu. Dalam baileu terdapat
pamili yaitu batu yang dianggap keramat (berkekuatan gaib) yang besarnya
kira-kira dua meter persegi. Batu itu digunakan sebagai altar tempat
kurban-kurban dan sajian. Kini arti dari semua itu telah hampir lenyap.
2. SISTEM ORGANISASI
KEMASYARAKATAN
Dalam kehidupan masyarakat Maluku yang pada umumnya
dari Ambon, hubungan persaudaraan atau kekeluargaan terjalin atau terbina
sangat akrab dan kuat antara satu desa/ kampung dengan desa/kampung yang
lainya.
Hubungan
kekeluargaan yang terbentuk secara adat dan merupakan budaya orang Maluku atau
Ambon yang sangat dikenal oleh orang luar itu dinamakan dengan istilah “PELE”.
Hubungan pela
ini dibentuk oleh para datuk atau para leluhur dalam ikatan yang begitu kuat.
Ikatan pela ini hanya terjadi antara desa kristen dengan desa kristen dan juga
desa kristen dengan desa islam. Sedangkan antara desa lslam dengan desa islam
tidak terlihat.
Dengan demikian, walaupun ada dua agama besar di Maluku
(Ambon), akan tetapi hubungan mereka memperlihatkan hubungan kekeluargaan dan
persaudaraan yang sangat kuat.
Namun seperti ungkapan memakan si buah
malakama atau seperti tertimpa durian runtuh, hubungan kekeluargaan atau
persaudaraan yang begitu kuatpun mendapat cobaan yang sangat besar, sehingga
tidak dapat disangkali bahwa hubungan yang begitu kuat dan erat, ternyata pada
akhirnya bisa diruntuhkan oleh kekuatan politik yang menjadikan agama sebagai
alat pemicu kerusuhan yang sementara bergejolak di Maluku (Ambon), yang sampai
sekarang sulit untuk dicari jalan keluarnya.
Hubungan persaudaraan dan kekeluargaan yang begitu kuat dipatahkan dengan kekuatan agama yang dilegitimasi oleh kekuatan politik hanya karena kepentingan-kepentingan big bos atau orang-orang tertentu. Apakah budaya “Pela (Gandong)” bisa menjadi jembatan lagi untuk mewujudkan rekonsiliasi di Maluku (Ambon)? Inilah yang masih merupakan pergumulan.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa setiap ”Soa” dipimpin oleh seorang kepala ”Soa”, yang bertugas mengerjakan urusan administrasi harian, baik itu urusan tradisional, maupun untuk urusan pemerintahan Indonesia. Sedangkan beberapa kesatuan ”Soa” yang disebut dengan ”Negari”, dipimpin oleh seorang ”raja” yang diangkat berdasarkan keturunan. Tetapi walaupun ”raja” diangkat berdasarkan keturunan, aturan adat suku Ambon dalam memilih suatu pemimpin, pada umumnya dilakukan dengan cara pemilihan dengan cara pemungutan suara.
Hubungan persaudaraan dan kekeluargaan yang begitu kuat dipatahkan dengan kekuatan agama yang dilegitimasi oleh kekuatan politik hanya karena kepentingan-kepentingan big bos atau orang-orang tertentu. Apakah budaya “Pela (Gandong)” bisa menjadi jembatan lagi untuk mewujudkan rekonsiliasi di Maluku (Ambon)? Inilah yang masih merupakan pergumulan.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa setiap ”Soa” dipimpin oleh seorang kepala ”Soa”, yang bertugas mengerjakan urusan administrasi harian, baik itu urusan tradisional, maupun untuk urusan pemerintahan Indonesia. Sedangkan beberapa kesatuan ”Soa” yang disebut dengan ”Negari”, dipimpin oleh seorang ”raja” yang diangkat berdasarkan keturunan. Tetapi walaupun ”raja” diangkat berdasarkan keturunan, aturan adat suku Ambon dalam memilih suatu pemimpin, pada umumnya dilakukan dengan cara pemilihan dengan cara pemungutan suara.
Berikut adalah beberapa ”Sanitri” atau pejabat tradisional
dalam kehidupan sosial masyarakat Suku Ambon :
Tuan tanah
Seseorang yang ahli dalam bidang pertanahan dan kependudukan
Tuan tanah
Seseorang yang ahli dalam bidang pertanahan dan kependudukan
Kapitan
Seseorang yang ahli dalam peperangan
Kewang
Seseorang yang bertugas untuk menjaga hutan
Marinyo
Seseorang yang bertugas memberikan berita dan pengumuman. Dalam kemasyarakatan Suku Ambon, banyak dijumpai Organisasiorganisasi kemasyarakatan yang memiliki berbagi macam visi dan misi. Berikut beberapa contoh organisasi kemasyarakatan Suku Ambon :
Patalima
Lima bagian, merupakan orang-orang yang tinggal di sebelah timur. Namun dilihat dari sejarah di mana Suku Ambon pernah dikuasai oleh Ternate dan Tidore, organisasi ini nampaknya dibentuk untuk menunjukkan pengaruh kerajaan Ternate dan Tidore, dan juga untuk membantu pertahanan dari serangan musuh.
Jajaro
Organisasi kewanitaan Suku Ambon
Ngungare
Organisasi kepemudaan
Pela Keras
Organisasi antar Soa yang fokus pada kegiatan kerjasama suatu proyek antar Soa, peperangan, dan lain-lain.
Pela Minum Darah
Hampir sama dengan Pela Keras. Organisasi ini mengikat persatuan mereka dengan cara meminum, darah mereka masing-masing yang dicampur menjadi satu.
Pela Makan Sirih
Organisasi antar Soa yang fokus pada bidang pembangunan masjid, gereja, dan sekolah
Muhabet
Organisasi yang mengurus semua kegiatan upacara kematian
Patasiwa
sembilan bagian, merupakan kelompok orang-orang Alifuru yang bertempa tinggal di sebelah baratsungai mala sampai ke Teluk upa putih di sebelah selatan. Patasiwa dibagi menjadi dua kelompok yaitu patasiwa hitam dan patasiwa putih. Patasiwa hitam wargawarganya di tato, sedangkan patasiwa putih tidak.
Pengertian Pela
Pela berasal dari kata “Pila” yang berarti “buatlah sesuatu untuk bersama”. Sedangkan jika ditambah dengan akhiran -tu, menjadi “pilatu”, artinya adalah menguatkan, usaha agar tidak mudah rusuh atau pecah. Tetapi juga ada yang menghubungkan kata pela ini dengan pela-pela yang berarti saling membantu atau menolong. Dengan beberapa pengertian ini, maka dapat dikatakana bahwa PELA adalaah suatu ikatan persaudaraan atau kekeluargaan antara dua desa atau lebih dengan tujuan saling membantu atau menolong satu dengan yang lain dan saling merasakan senasib penderitaan. Dalam arti bahwa senang dirasakan bersama begitupun susah dirasakan bersama. Ikatan pela ini diikat dengan suatu sumpah dan dilakukan dengan cara minumdarah yang diambil dari jari-jari tangan yang dicampur dengan minuman keras lokal maupun dengan cara memakan sirih pinang. Hubungan pela ini biasanya terjadi karena ada peristiwa yang melibatkan kedua kepala kampung atau desa, dalam rangka saling membantu dan menolong satu sama lain. Dalam ikatan pela ini memiliki serangkaian nilai dan aturan yang mengikat masingmasing pribadi yang tergabung dalam persekutuan persaudaraan atau kekeluargaan itu. Aturan itu antara lain adalah: tidak boleh menikah sesama pela atau saudara sekandung dalam pela. Jika hal ini dilakukan maka akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan atau terjadi hukuman bagi yang melanggaranya.
Seseorang yang ahli dalam peperangan
Kewang
Seseorang yang bertugas untuk menjaga hutan
Marinyo
Seseorang yang bertugas memberikan berita dan pengumuman. Dalam kemasyarakatan Suku Ambon, banyak dijumpai Organisasiorganisasi kemasyarakatan yang memiliki berbagi macam visi dan misi. Berikut beberapa contoh organisasi kemasyarakatan Suku Ambon :
Patalima
Lima bagian, merupakan orang-orang yang tinggal di sebelah timur. Namun dilihat dari sejarah di mana Suku Ambon pernah dikuasai oleh Ternate dan Tidore, organisasi ini nampaknya dibentuk untuk menunjukkan pengaruh kerajaan Ternate dan Tidore, dan juga untuk membantu pertahanan dari serangan musuh.
Jajaro
Organisasi kewanitaan Suku Ambon
Ngungare
Organisasi kepemudaan
Pela Keras
Organisasi antar Soa yang fokus pada kegiatan kerjasama suatu proyek antar Soa, peperangan, dan lain-lain.
Pela Minum Darah
Hampir sama dengan Pela Keras. Organisasi ini mengikat persatuan mereka dengan cara meminum, darah mereka masing-masing yang dicampur menjadi satu.
Pela Makan Sirih
Organisasi antar Soa yang fokus pada bidang pembangunan masjid, gereja, dan sekolah
Muhabet
Organisasi yang mengurus semua kegiatan upacara kematian
Patasiwa
sembilan bagian, merupakan kelompok orang-orang Alifuru yang bertempa tinggal di sebelah baratsungai mala sampai ke Teluk upa putih di sebelah selatan. Patasiwa dibagi menjadi dua kelompok yaitu patasiwa hitam dan patasiwa putih. Patasiwa hitam wargawarganya di tato, sedangkan patasiwa putih tidak.
Pengertian Pela
Pela berasal dari kata “Pila” yang berarti “buatlah sesuatu untuk bersama”. Sedangkan jika ditambah dengan akhiran -tu, menjadi “pilatu”, artinya adalah menguatkan, usaha agar tidak mudah rusuh atau pecah. Tetapi juga ada yang menghubungkan kata pela ini dengan pela-pela yang berarti saling membantu atau menolong. Dengan beberapa pengertian ini, maka dapat dikatakana bahwa PELA adalaah suatu ikatan persaudaraan atau kekeluargaan antara dua desa atau lebih dengan tujuan saling membantu atau menolong satu dengan yang lain dan saling merasakan senasib penderitaan. Dalam arti bahwa senang dirasakan bersama begitupun susah dirasakan bersama. Ikatan pela ini diikat dengan suatu sumpah dan dilakukan dengan cara minumdarah yang diambil dari jari-jari tangan yang dicampur dengan minuman keras lokal maupun dengan cara memakan sirih pinang. Hubungan pela ini biasanya terjadi karena ada peristiwa yang melibatkan kedua kepala kampung atau desa, dalam rangka saling membantu dan menolong satu sama lain. Dalam ikatan pela ini memiliki serangkaian nilai dan aturan yang mengikat masingmasing pribadi yang tergabung dalam persekutuan persaudaraan atau kekeluargaan itu. Aturan itu antara lain adalah: tidak boleh menikah sesama pela atau saudara sekandung dalam pela. Jika hal ini dilakukan maka akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan atau terjadi hukuman bagi yang melanggaranya.
Jenis-Jenis Pela
a) Pela Keras Atau Pela Minum Darah
Dikatakan demikian oleh karena pela ini ditetapkan melalui sumpah para pemimpin leluhur kedua belah pihak dengan cara meminum darah yang diambil dari jari-jari mereka yang dicampur dengan minuman keras lokal dari satu gelas. Hal ini memateraikan sumpah persaudaraan untuk selama-lamanya. Pela ini biasanya atau umumnya adalah hasil dari keadaan perang. Artinya bahwa setelah kedua kapitan dari dua desa tersebut saling bertarung dan pada akhirnya tidak ada yang bisa saling mengalahkan, maka diangkat sumpah untuk mengakhiri permusuhan itu. Sumpah itu dimaksudkan untuk mengikat “persaudaraan darah” untuk selamanya. Sehingga dalam perkembangannya jika yang satu mereka susah atau memerlukan bantuan, maka yang lain harus membantu. Inilah komitmen yang sudah merupakan kewajiban ataupun keharusan. Semua warga dari desa-desa yang angka pela ini tidak terlepas dari tuntutan-tuntutan, antara lain:
- tidak boleh menikah
- saling membantu dan memikul beban.
Pela keras ini biasa disebut juga dengan pela tuni ataupun pela batukarang.
b) Pela Lunak Atau Pela Tampa
Sirih
Jenis pela ini tidak diikat dengan sumpah yang memakai darah, tetapi hanya dengan memakan sirih pinang. Ikatan pela ini terjadi karena bertemu dalam situasi yang mengundang untuk saling membantu, misalnya pada saat terjadi angin ribut ada yang menolongnya. Ataupun juga pela jenis ini terbentuk melalui kegiatan masohi atau bantuan tenaga dari satu desa pada desa lain. Pela ini tidaklah keras, karena tidak dilarang untuk menikah sesama pela.
Jenis pela ini tidak diikat dengan sumpah yang memakai darah, tetapi hanya dengan memakan sirih pinang. Ikatan pela ini terjadi karena bertemu dalam situasi yang mengundang untuk saling membantu, misalnya pada saat terjadi angin ribut ada yang menolongnya. Ataupun juga pela jenis ini terbentuk melalui kegiatan masohi atau bantuan tenaga dari satu desa pada desa lain. Pela ini tidaklah keras, karena tidak dilarang untuk menikah sesama pela.
c) Pela Ade Kaka
Pela jenis ini pada umumnya merupakan hasil pertemuan kembali antara adik-kakak yang bersaudara dimana tadinya berpencar dan telah membentuk kampung sendiri. Umumnya pela saudara ini berlangsung antara kampung-kampung yang beragama kristen dan Islam. Pela ini biasanya dikenal dengan nama Pela Gandong. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa walaupun ada berbagai jenis pela akan tetapi semuanya mempunyai hakekat yang satu, yaitu ikatan persaudaraan atau kekeluargaan yang berlangsung untuk selamanya karena diikat dengan sumpah darah.
Panas Pela
Panas Pela adalah suatu kegiatan yang dilakukan setiap tahun antara desa yang telah sama-sama mengankat sumpah dalam ikatan pela untuk mengenangkan kembali peristiwa angka pela yang terjadi pada awalnya. Selain itu juga kegiatan panas pela ini juga pada intinya adalah untuk lebih menguatkan, mengukuhkan hubungan persaudaraan dan kekeluargaan.
Hubungan Budaya Pela Dengan Rekonsiliasi
Pada hakikatnya pela telah mengandung unsur rekonsiliasi. Oleh karena dalam budaya pela itu sendiri dinyatakan bagaimana ikatan yang kuat dalam menjalin kedamaian ata kehidupan yang saling merasakan susah dan senang secara bersama. Akan tetapi dengan melihat situasi yang terjadi akhir-akhir ini yang menumbangkan ikatan pela oleh karena ikatan agama yang begitu kuat karena permainan politik yang menggunakan agama sebagai kendaraan, maka tidak dapat disangkal, pasti semua orang akan bertanya mengapa ikatan persaudaraan yang begitu kuat mengikat hubungan antara desa yang satu dengan yang lain, apalagi ikatan agama dapat runtuh. Inilah suatu pergumulan.
Pela jenis ini pada umumnya merupakan hasil pertemuan kembali antara adik-kakak yang bersaudara dimana tadinya berpencar dan telah membentuk kampung sendiri. Umumnya pela saudara ini berlangsung antara kampung-kampung yang beragama kristen dan Islam. Pela ini biasanya dikenal dengan nama Pela Gandong. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa walaupun ada berbagai jenis pela akan tetapi semuanya mempunyai hakekat yang satu, yaitu ikatan persaudaraan atau kekeluargaan yang berlangsung untuk selamanya karena diikat dengan sumpah darah.
Panas Pela
Panas Pela adalah suatu kegiatan yang dilakukan setiap tahun antara desa yang telah sama-sama mengankat sumpah dalam ikatan pela untuk mengenangkan kembali peristiwa angka pela yang terjadi pada awalnya. Selain itu juga kegiatan panas pela ini juga pada intinya adalah untuk lebih menguatkan, mengukuhkan hubungan persaudaraan dan kekeluargaan.
Hubungan Budaya Pela Dengan Rekonsiliasi
Pada hakikatnya pela telah mengandung unsur rekonsiliasi. Oleh karena dalam budaya pela itu sendiri dinyatakan bagaimana ikatan yang kuat dalam menjalin kedamaian ata kehidupan yang saling merasakan susah dan senang secara bersama. Akan tetapi dengan melihat situasi yang terjadi akhir-akhir ini yang menumbangkan ikatan pela oleh karena ikatan agama yang begitu kuat karena permainan politik yang menggunakan agama sebagai kendaraan, maka tidak dapat disangkal, pasti semua orang akan bertanya mengapa ikatan persaudaraan yang begitu kuat mengikat hubungan antara desa yang satu dengan yang lain, apalagi ikatan agama dapat runtuh. Inilah suatu pergumulan.
3.
SISTEM MATA
PENCAHARIAN
Mata pencaharian Suku Ambon pada
umumnya adalah pertanian di ladang. Dengan dan membuka sebidang tanah di hutan
dengan menebang pohon-pohon dan membakar batang-batang serta dahan-dahan yang
telah kering. Ladang-ladang yang telah dibuka dengan cara demikian hanya diolah
sedikit dengan tongkat kemudian ditanami tanpa irigasi. Umumnya tanaman yang
mereka tanam adalah kentang, kopi, tembakau, cengkih, dan buah-buahan. Selain
itu, orang Ambon juga sudah menanam padi dengan teknik persawahan Jawa.
Selain bertani orang Suku Ambon sangat bertergantungan dengan sagu. Sagu adalah makanan pokok orang Ambon, walaupun sekarang beras sudah biasa mereka makan. Akan tetapi belum menggantikan sagu seluruhnya. Tepung sagu dicetak menjadi blok-blok empat persegi dengan daun sagu dan dinamakan tuman. Cara orang Ambon makan sagu dengan membakar tuman atau dengan memasaknya menjadi bubur kental (pepedu).
Disamping pertanian, orang Suku Ambon juga memburu babi hutan, rusa dan burung kasuari. Mereka menggunakan jerat dan lembing yang dilontarkan dengan jebakan. Dan hampir semua penduduk yang tinggal di pesisir pantai menangkap ikan. Orang Suku Ambon menangkap ikan dengan berbagai cara, yaitu dengan kail, kait, harpun dan juga jaring. Perahu-perahu mereka dibuat dari satu batang kayu dan dilengkapi dengan cadik yang dinamakan perahu semah. Perahu yang lebih baik adalah perahu yang dibuat orangorang ternate yang dinamakan pakatora. Perahu-perahu besar untuk berdagang di Amboina dinamakan jungku atau orambi.
Selain bertani orang Suku Ambon sangat bertergantungan dengan sagu. Sagu adalah makanan pokok orang Ambon, walaupun sekarang beras sudah biasa mereka makan. Akan tetapi belum menggantikan sagu seluruhnya. Tepung sagu dicetak menjadi blok-blok empat persegi dengan daun sagu dan dinamakan tuman. Cara orang Ambon makan sagu dengan membakar tuman atau dengan memasaknya menjadi bubur kental (pepedu).
Disamping pertanian, orang Suku Ambon juga memburu babi hutan, rusa dan burung kasuari. Mereka menggunakan jerat dan lembing yang dilontarkan dengan jebakan. Dan hampir semua penduduk yang tinggal di pesisir pantai menangkap ikan. Orang Suku Ambon menangkap ikan dengan berbagai cara, yaitu dengan kail, kait, harpun dan juga jaring. Perahu-perahu mereka dibuat dari satu batang kayu dan dilengkapi dengan cadik yang dinamakan perahu semah. Perahu yang lebih baik adalah perahu yang dibuat orangorang ternate yang dinamakan pakatora. Perahu-perahu besar untuk berdagang di Amboina dinamakan jungku atau orambi.
4. SISTEM KEKERABATAN
Sistem kekerabatan orang Ambon
berdasarkan hubungan patrilineal yang diiringi pola menetap patrilokal.
Kesatuan kekerabatan amat penting yang lebih besar dari keluarga batih
adalah mata rumah atau fam yaitu suatu kelompok kekerabatan yang
bersifat patrilinal.
Mata rumah penting dalam hal mengatur perkawinan warganya secara exogami dan dalam hal mengatur penggunaan tanah-tanah deti yaitu tanah milik kerabat patrilineal. Disamping kesatuan kekerabatan yang bersifat unilateral itu ada juga kesatuan lain yang lebih besar dan bersifat bilateral yaitu famili atau kindred. Famili merupakan kesatuan kekerabatan di sekeliling individu yang terdiri dari warga-warga yang masih hidup dari mata rumah asli yaitu semua keturunan keempat nenek moyang.
Mata rumah penting dalam hal mengatur perkawinan warganya secara exogami dan dalam hal mengatur penggunaan tanah-tanah deti yaitu tanah milik kerabat patrilineal. Disamping kesatuan kekerabatan yang bersifat unilateral itu ada juga kesatuan lain yang lebih besar dan bersifat bilateral yaitu famili atau kindred. Famili merupakan kesatuan kekerabatan di sekeliling individu yang terdiri dari warga-warga yang masih hidup dari mata rumah asli yaitu semua keturunan keempat nenek moyang.
5.
SISTEM
PERALATAN DAN PERLENGKAPAN
Peralatan dan perlengkatan orang Suku Ambon dibagi menjadi 2, yaitu
peralatan pada zaman dulu dan peralatan zaman sekarang.
a.
Pakaian
Adat
Pada pria memakai pakaian adat berupa setelan
jas berwarna merah dan hitam, baju dalam yang berenda dan ikat pinggang.
Sedangkan wanita memakai baju cele, yaitu semacam kebaya pendek dan berkanji
yang disuji. Perhiasan berupa anting-anting, kalung dan cincin.
b.
Senjata
Tradisional
Senjata Tradisional khas yang berada di Maluku
adalah parang salawaku. Parang tersebut terbuat dari bahan besi yang khusus.
Kepala parang dibuat dari kayu yang keras, seperti kayu gapusa dan kayu besi.
Selain untuk keperluan berperang , parang salawaku dipakai untuk berburu
binatang. Selain salawaku terdapat senjata lainnya yaitu tombak, busur dan
panah.
c.
Rumah
Adat
Rumah Adat Maluku dinamakan Baileo, yang
digunakan untuk tempat pertemuan, musyawarah dan upacara adat yang disebut
seniri negeri. Rumah adat tersebut merupakan panggung yang dikelilingi oleh
serambi. Pada umumnya rumah adat Maluku memiliki atap yang besar dan tinggi
yang terbuat dari tangkai rumbai yang disebut gaba-gaba.
6.
BAHASA
SUKU AMBOM
Bahasa
orang Ambon sangat mirip dengan bahasa Jerman, Belanda dan Inggris. Kata yang sering saya
ucapkan setelah menerima sebuah hadiah atau oleh - oleh adalah "
Danke", kata ini mirip sekali dengan bahasa Jerman . Kata - kata bahasa
Maluku sangat Mudah diingat asal kita ingat suku katanya saja ,“Kita” di ambon
menjadi “katong” asal kata dari “kita orang”, “mereka” menjadi “dong” asal kata
dari “dia orang”. Untuk kata kepemilikan menggunakan kata “punya” yang
disingkat menjadi “pung”, contohnya apabila kita ingin menyebutkan “rumah saya”
maka menjadi “beta pung rumah”. Ada beberapa hal yang perlu diingat antara
lain, mereka cenderung menyingkat kata, bunyi vokal “e” akan selalu dibaca “e’
“, dan untuk kata yang berakhiran dengan “n” selalu menjadi “ng”. Dengan
demikian dapat dipahami kenapa kata “punya” menjadi “pung” dan “pergi” menjadi
“pi”, “jangan” menjadi “jang”, “dengan” menjadi “deng”, “teman” menjadi
“tamang”, dan “makan” menjadi “makang”. Ahaa… kami pun mulai asik
bercakap-cakap dalam bahasa Maluku “katong pi jua?” atau “ayo katong pi makang,
beta su lapar” “epenka” “jang mara”.
7.
KESENIA SUKU AMBON
1. TARIAN KATREJI
Tari Katreji adalah tarian asal Portugis dipakai untuk acara ramah tamah. Tarian Katreji merupakan salah satu tarian khas dari daerah ambon tarian ini juga merupakan penggambaran pergaulan anak muda. Tari Katreji dimainkan secara berpasangan antara wanita dan pria dengan gerakan bervariasi yang enerjik dan menarik. Tari ini hampir sama dengan tari-tarian Eropa pada umumnya karena Katreji juga merupakan suatu akulturasi dari budaya Eropa (Portugis dan Belanda) dengan budaya Maluku. Hal ini lebih nampak pada setiap aba-aba dalam perubahan pola lantai dan gerak yang masih menggunakan bahasa Portugis dan Belanda sebagai suatu proses biligualisme. Tarian ini diiringi alat musik biola, suling bambu, ukulele, karakas, guitar, tifa dan bas gitar, dengan pola rithm musik barat (Eropa) yang lebih menonjol. Tarian ini masih tetap hidup dan digemari oleh masyarakat Maluku sampai sekarang. Tarian ini biasanya dibawakan saat pembukaan pesta seperti kawinan, perayaan hari-hari besar Maluku atau perayaan/upacara adat. Selain Katreji, pengaruh Eropa yang terkenal adalah Polonaise yang biasanya dilakukan orang Maluku pada saat kawinan oleh setiap anggota pesta tersebut dengan berpasangan, membentuk formasi lingkaran serta melakukan gerakan-gerakan ringan yang dapat diikuti setiap orang baik tua maupun muda.
2. TARI ORLAPEI
Tari ini bernama tari orlapei. Tarian
ini adalah tarian penyambutan para tamu kehormatan pada acara-acara negeri atau
desa di Maluku. Tarian yang tampak memesona ini menggambarkan suasana hati yang
gembira dari seluruh masyarakat atas kedatangan tamu kehormatan di negeri atau
desanya. Selain itu, tarian yang diiringi alat musik tradisional rakyat Maluku,
yakni tifa, suling bambu, ukulele dan gitar, menjadi ungkapan selamat datang.
Kombinasi pola lantai, gerak, ritme
musik, memperkuat ungkapan betapa seluruh masyarakat setempat merasa senang
dengan hadirnya tamu kehormatan. Tarian yang dimainkan begitu serasi, energik,
dan dinamis, memancarkan aura persahabatan, perdamaian, dan kebersamaan
3.
TARI
PERANG
Tarian ini sering digunakan masyarakat
pada acara adat tertentu, termasuk menyambut kehadiran tamu-tamu asing dan
pejabat daerah yang melakukan kunjungan resmi, Para pendukung tari terdiri dari
15 orang pria dan wanita dipimpin seorang kapitan (panglima perang) menggunakan
tombak, parang dan salawaku (perisai) menari-nari sambil diiringi tabuhan tifa
dan totobuang.
Tarian ini
memiliki filosofi peperangan, maka dari itu warna pakaian yang dipilih bagi
penari pria adalah merah yang berarti berani dan bersemangat. Merah juga
melambangkan jiwa patriotisme, serta heroisme kepada tanah maluku. Aksesoris
berupa pedang dan tameng juga semakin melengkapi kesan heroik tersebut. Dan
juga ada teriakan-teriakan dari para penari, yang arti teriakannya adalah
sebagai simbol protes terhadap pemerintah yang dianggap tidak berpihak pada
masyarakat.
4.
TARI BAMBU GILA
Tari ini dikenal uga dengan nama Buluh
gila atau Bara Suwen. Untuk memulai pertunjukan ini sang pawang membakar
kemenyan didalam tempurung kelapa sambil membaca mantra dalam “bahasa tanah”
yang merupakan salah satu bahasa tradisional Maluku.
Kemudian asap kemenyan dihembuskan pada
batang bambu yang akan digunakan. Jika menggunakan jahe maka itu dikunyah oleh
pawang sambil membaca mantra lalu disemburkan ke bambu. Fungsi kemenyan atau
jahe ini untuk memanggil roh para leluhur sehingga memberikan kekuatan mistis
kepada bambu tersebut. Roh-roh inilah yang membuat batang bambu seakan-akan
mengila dan semakin lama semakin sulit untuk dikendalikan.
D. WUJUD KEBUDAYAAN SUKU
AMBON
Didalam wujud kebudayaan dibedakan
menjadi 3, yaitu gagasan, aktivitas dan artefak.
1.
GAGASAN ( Wujud Ideal )
Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan
yang terbentuk kumpulan ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan
dan sebagainya. Wujud ideal atau gagasan ini bersifat abstrak atau tidak dapat
diraba atau disentuh. Contoh dari wujud gagasan ini adalah peraturan atau
norma-norma tidak boleh dilakukan oleh manusia sejak dahulu.
2.
AKTIVITAS (Tindakan)
Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai
suatu tindakan berpola dari manusia dalam suatu masyarakat atau lingkungan
tertentu. Wujud dari aktivitas ini juga sering disebut dengan sistem sosial.
Contoh : manusia yang salaing berinteraksi satu dengan yang lain berdasarkan
adat istiadat lingkungan tersebut. Aktifitas ini sifatnya konkret, terjadi
didalam kehidupan sehari-hari.
3.
ARTEFAK ( Karya)
Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas,
perbuatan dan berupa karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda
atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Contoh :
alat-alat musik, pakaian adat, senjata, tari-tarian dan sebagainya.
E. IKATAN SUKU AMBON DENGAN KEBUDAYAAN
Sama dengan suku-suku lain
diseluruh dunia mereka pasti menciptakan kebudayaan mereka masing-masing. Suku
Ambon, memiliki kebudayaan yang mereka ciptakan sejak dahulu oleh para leluhur
mereka yang sampai saat ini masih mereka pertahankan dan telah menjadi
kebudayaan, kebudayaan tersebut telah memberikan jalan atau petunjuk dalam
menjalankan kehidupan sehari-hari meraka, tentang apa yang harus dilakukan dan apa saja yang tidak boleh
dilakukan agar tidak mendapatkan mara bahaya.
F. KESIMPULAN
Penduduk asli suku ambon
tinggal di perbukitan dan pedalaman pulau. Mereka tinggal dengan membentuk
kelompok-kelompok yang dipimpin oleh seorang pemipin.
Masyarakat suku ambon memenuhi
kebutuhan hidup mereka dengan berkebun, berburu, dan mencari ikan dilaut. Suku
Ambon masih memegang teguh norma-norma yang ada sejak dulu dan masih
mempercayai roh-roh leluhur mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Ningrat, Kountjara. 2004. Manusia dan
Kebudayaan Indonesia, Jakarta : Djambatan.
Frank L. Cooley, Mimbar dan Takhta,
Jakarta: PSH, 1987, hlm 183
Adat dan Upacara Perkawinan Daerah
Maluku, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1977/1978, hlm 27
op.cit. Cooley, hlm 184
ambon.go.id Sejarang kota ambon ,
icklefs, M.C. (1991). A History of Modern Indonesia Since c.1300,
2nd Edition. London: MacMillan. hlm. 25
Tidak ada komentar:
Posting Komentar